Mengungkap Cara Kerja Nafsu dalam Jiwa: Rahasia Mengendalikan Diri
Sumber Photo
1. Keutamaan Jihad Jiwa dalam Kehidupan
Jihad terbesar adalah melawan diri sendiri, sebuah perjuangan yang bisa melebihi jihad fi sabilillah, kecuali seseorang syahid dengan jiwa dan hartanya. Hadis riwayat Bukhari menyatakan: “Tidak ada hari di mana amal saleh lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini...” (meski konteksnya Dzulhijjah, prinsipnya berlaku universal). Seseorang yang berjuang mendekatkan diri kepada Allah, seperti menghadiri majelis ilmu dengan niat ikhlas, meski wafat di perjalanan, mendapat pahala besar. Ini menunjukkan betapa niat mengubah rutinitas jadi ibadah mulia.
Surah An-Nisa (4) ayat 100 berfirman: “Barang siapa keluar dari rumahnya dengan niat berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, lalu kematian menjemnya, maka pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah...” Contohnya, seseorang berangkat mengaji, mengorbankan waktu dan tenaga, jika meninggal dalam usaha itu, pahalanya ditetapkan, dosanya digugurkan. Jihad jiwa ini dimulai dari niat tulus untuk memperbaiki diri.
Poin Penting:
- Jihad jiwa melebihi jihad biasa, kecuali syahid (HR. Bukhari).
- Surah An-Nisa (4):100 janjikan pahala bagi niat ibadah.
- Niat ikhlas ubah usaha sederhana jadi mulia.
2. Takwa dan Fujur: Dinamika Jiwa
Jiwa (nafs) adalah pusat takwa dan fujur, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Asy-Syams (91) ayat 7-8: “Demi jiwa dan yang menyempurnakannya, lalu Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan (fujur) dan ketakwaan (takwa)...” Nafs terbentuk saat ruh menyatu dengan tubuh pada usia 4 bulan kandungan, dinamai nafs karena mulai bernapas, menunjukkan tanda kehidupan. Saat wafat, ruh dicabut sebagai nafs, membawa amal. Takwa adalah dorongan kebaikan (jujur, sabar, rendah hati), sedangkan fujur adalah potensi keburukan (dusta, amarah, sombong).
Fujur bukan untuk menjerumuskan, tetapi memicu takwa. Sabar tak dikenal tanpa amarah, jujur tak ada tanpa dusta. Hadis riwayat Muslim: “Orang yang kuat bukan yang mengalahkan orang lain, tetapi yang mengendalikan dirinya saat marah.” Fujur diciptakan sebagai ujian, mendorong manusia memilih takwa, melatih jiwa untuk mendominasi sifat baik atas buruk.
Poin Penting:
- Surah Asy-Syams (91):7-8 ungkap takwa dan fujur dalam nafs.
- Fujur uji jiwa untuk pilih takwa (HR. Muslim).
- Takwa dorong sifat baik, fujur picu keburukan.
3. Menyucikan Jiwa dari Fujur
Menyucikan jiwa adalah kunci keberhasilan, seperti mencuci baju: buang kotoran, bukan bajunya. Surah Asy-Syams (91) ayat 9-10 berfirman: “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya...” Menyucikan jiwa berarti membuang fujur—dusta, amarah, sombong—dan memunculkan takwa—jujur, sabar, rendah hati. Proses ini mirip jihad jiwa, mengelola potensi buruk untuk menghasilkan kebaikan.
Contoh: suami marah tiba-tiba, istri tak perlu balas amarah, tetapi sabar, karena amarah adalah fujur yang memicu takwa (sabar). Surah Yusuf (12) ayat 53 menyatakan: “Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafs itu selalu mendorong kepada kejahatan...” Nafs cenderung ke su’ (keburukan) jika fujur tak dikendalikan, tetapi dengan takwa, nafs menuju soleh (kebaikan).
Poin Penting:
- Surah Asy-Syams (91):9-10 sucikan jiwa untuk keberuntungan.
- Surah Yusuf (12):53 akui nafs cenderung keburukan.
- Lawan fujur dengan takwa untuk hasilkan soleh.
4. Godaan Setan: Eksploitasi Fujur
Setan menggoda melalui fujur, menciptakan nafsu (nafs+su’). Surah An-Nisa (4) ayat 118-119 memperingatkan: “...Aku benar-benar akan menyesatkan mereka...” Setan masuk lewat sudur (dada), qalb (hati), hingga fujur, membisikkan jalur salah—dusta alih-alih jujur, amarah ketimbang sabar. Surah An-Nas (114) ayat 4-5: “Dari kejahatan (setan) yang berbisik di dada manusia...” Godaan ini halus, memanfaatkan qalb sebagai pintu nafs, menghasilkan perbuatan buruk (su’).
Contoh: lisan mencela saat mengaji, mata melihat yang tak pantas, atau kaki melangkah ke tempat buruk, menandakan fujur bocor. Hadis riwayat Tirmidzi: “Muhasabah dirimu sebelum kamu dihisab.” Evaluasi diri (muhasabah) adalah obat spiritual, mengenali kebocoran nafs—lisan, mata, telinga, langkah—dan memperbaikinya dengan takwa, menutup celah setan.
Poin Penting:
- Surah An-Nisa (4):118-119 dan An-Nas (114):4-5 ungkap godaan setan.
- Muhasabah obat spiritual nafs (HR. Tirmidzi).
- Kenali kebocoran fujur untuk tutup jalur setan.
5. Transformasi Jiwa Menuju Mutmainnah
Transformasi jiwa menuju mutmainnah (tenang) adalah tujuan jihad jiwa. Surah Al-Fajr (89) ayat 27-30 berfirman: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati ridha dan diridhai...” Jiwa mutmainnah tercipta saat takwa mendominasi fujur, menghasilkan amal soleh. Muhasabah harian, seperti mencatat lisan yang mencela atau mata yang salah lihat, melatih jiwa memilih jujur, sabar, dan rendah hati. Hadis riwayat Muslim: “Barang siapa yang beramal saleh, dalam keadaan beriman, maka Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik...”
Praktiknya: hadapi dusta dengan jujur, amarah dengan sabar, cemburu dengan senyum. Surah Al-Baqarah (2) ayat 185 mengajarkan: “...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran...” Mengendalikan nafsu bukan beban, tetapi jalan menuju kedekatan dengan Allah (qurb). Dengan muhasabah dan ibadah, jiwa berubah jadi lebih baik, sukses dunia-akhirat, menjalani hidup sebagai pribadi saleh yang dekat dengan Allah.
Poin Penting:
- Surah Al-Fajr (89):27-30 janjikan jiwa mutmainnah.
- Muhasabah dan ibadah wujudkan soleh (HR. Muslim).
- Surah Al-Baqarah (2):185 ajak mudahkan jalan takwa.
Posting Komentar