Arti Syukur Sejati Menurut Al-Qur’an: Fokus pada Akhirat

Arti Syukur Sejati Menurut Al-Qur’an: Fokus pada Akhirat

Daftar Isi


Sumber Photo

Arti Syukur Sejati Menurut Al-Qur’an: Fokus pada Akhirat

Pernahkah kamu bertanya, apa yang sebenarnya kita kejar di dunia ini? Harta, gelar, atau status sosial sering kali menjadi fokus, tetapi Al-Qur’an mengajarkan bahwa semua itu fana, sementara. Syukur sejati bukanlah membanggakan dunia, melainkan mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat. Kisah seorang ayah, yang meski sibuk dengan urusan dunia, berfokus untuk menjadikan anaknya ahli Al-Qur’an, menginspirasi kita tentang makna sejati dari hidup. Mari kita telusuri hikmah ini melalui ayat-ayat suci dan cerita yang menyentuh hati.

1. Dunia: Sementara, Akhirat Abadi

Dunia sering kali memikat kita dengan kilauannya: harta, jabatan, atau gelar akademik. Namun, Al-Qur’an mengingatkan bahwa semua itu hanya sementara. Dalam Surah Al-Hadid (57) ayat 20, Allah berfirman: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga-bangga antara kamu serta berlomba-lomba dalam harta dan anak.” Dunia adalah ujian, dan yang abadi hanyalah amal yang membawa kita ke surga.

Bayangkan seorang ayah bernama Hasan, seorang pengusaha sukses yang memiliki segalanya: rumah besar, mobil mewah, dan gelar tinggi. Namun, ia menyadari bahwa semua itu tidak akan dibawa mati. Ketika seseorang meninggal, baik kaya maupun miskin, gelar yang tersisa hanyalah “almarhum.” Hasan bertanya, “Apa yang benar-benar layak dikejar?” Ia menemukan jawaban dalam hadis riwayat Muslim: “Jika dunia ini sebanding dengan sayap seekor nyamuk di sisi Allah, niscaya Allah tidak akan memberikan seteguk air pun kepada orang kafir.” Dunia bukan tujuan, melainkan sarana menuju akhirat.

2. Syukur Sejati: Mempersiapkan Kebanggaan Akhirat

Syukur sejati adalah menggunakan nikmat dunia untuk meraih kebahagiaan akhirat. Hasan, meski sibuk, bertekad menjadikan anaknya, Ali, sebagai ahli Al-Qur’an. Ia ingin Ali tidak hanya sukses duniawi, tetapi juga menjadi kebanggaan di akhirat. Dalam Surah Az-Zumar (39) ayat 10, Allah berfirman: “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.” Syukur sejati adalah mengarahkan nikmat—harta, anak, atau waktu—untuk ibadah dan kebaikan.

Hasan memahami bahwa gelar S1, S2, atau S3, meski penting, tidak istimewa jika tidak diimbangi iman. Ia melihat anak-anak lain jago matematika atau fisika, tetapi ia ingin Ali jago Al-Qur’an dan hadis, karena itu adalah keunggulan abadi. Dalam hadis riwayat Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya akan dipakaikan mahkota cahaya pada hari kiamat.” Hasan ingin Ali menjadi “viral” di akhirat, bukan hanya di dunia yang sementara.

3. Kisah Inspiratif: Ibn Abbas dan Kebanggaan Akhirat

Kisah Ibn Abbas RA adalah teladan syukur sejati. Ayahnya, Abbas, seorang pedagang sukses, memastikan anaknya dekat dengan Rasulullah SAW sejak kecil. Ibn Abbas sering mengunjungi rumah Rasulullah, belajar cara bangun tidur, berdoa, dan shalat malam. Dalam hadis riwayat Abu Dawud (no. 1367), Ibn Abbas meriwayatkan bagaimana Rasulullah bangun tidur: duduk terlebih dahulu, mengusap wajah untuk menghilangkan kantuk, lalu membaca akhir Surah Ali Imran (3:190-200). Kebiasaan ini membentuk Ibn Abbas menjadi ulama besar yang menghafal 2000 hadis.

Abbas tidak hanya fokus pada kesuksesan duniawi, tetapi memastikan anaknya menjadi kebanggaan akhirat. Ketika Ibn Abbas meriwayatkan hadis, doa-doa itu tersambung untuknya dan keluarganya, bahkan hingga kini. Dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 200, Allah berfirman: “Dan di antara manusia ada yang berkata: ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia,’ tetapi tidak ada baginya bagian di akhirat.” Abbas memilih kebaikan dunia dan akhirat, menjadikan anaknya wasilah keberkahan abadi.

4. Mengapa Dunia Sering Terlalu Diistimewakan?

Kita sering terjebak mengejar dunia: gelar, harta, atau ketenaran di media sosial. Namun, semua itu fana. Viral di internet hari ini bisa hilang besok, tetapi kebaikan di sisi Allah abadi. Hasan awalnya bangga dengan kesuksesan bisnisnya, tetapi ia menyadari bahwa jabatan dan harta tidak membedakan seseorang di akhirat. Dalam Surah Al-Hadid (57) ayat 20, Allah mengingatkan: “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Mengejar dunia tanpa iman adalah pekerjaan sia-sia.

Hasan melihat teman-temannya berlomba meraih gelar S3 atau mobil mewah, tetapi ia bertanya, “Apa bedanya di akhirat?” Ia teringat kisah seorang pejabat kaya yang meninggal dan hanya disebut “almarhum,” sama seperti orang biasa. Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah akan mencerai-beraikan urusannya.” Syukur sejati adalah menjadikan dunia sebagai sarana, bukan tujuan.

5. Iman: Kunci Keunggulan Sejati

Iman membuat kita lebih cerdas dan visioner. Dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 269, Allah berfirman: “Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan barang siapa yang diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak.” Hasan memilih iman sebagai prioritas, mengajarkan anaknya shalat, Al-Qur’an, dan akhlak mulia. Ia ingin Ali menjadi seperti Ibn Abbas, yang meski anak kecil, menghafal hadis dan menjadi kebanggaan umat.

Iman bukan hanya soal ibadah, tetapi cara berpikir. Hasan berhenti mengejar “viral” duniawi, seperti postingan di media sosial, dan fokus pada keabadian akhirat. Ia mengajak Ali shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an setiap malam, dan berdoa agar menjadi anak saleh. Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Ketika anak Adam meninggal, terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”

6. Mendidik Anak untuk Akhirat

Hasan belajar dari Abbas bahwa mendidik anak adalah investasi akhirat. Ia tidak hanya mengirim Ali ke sekolah terbaik untuk matematika atau sains, tetapi juga ke pengajian untuk belajar Al-Qur’an. Suatu malam, ia pulang kerja dan melihat Ali, yang baru tiga tahun, membaca Surah Al-Ikhlas dengan fasih. Hatinya tenang, seperti kata Abbas: “Tidak ada yang lebih indah daripada melihat anak membaca Al-Qur’an.” Dalam Surah At-Tahrim (66) ayat 6, Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.

Mendidik anak saleh adalah syukur sejati. Hasan memastikan Ali shalat subuh berjamaah, meski harus bangun pagi. Ia juga mengajarkan doa bangun tidur, seperti yang diriwayatkan Ibn Abbas dalam hadis Abu Dawud: “Segala puji bagi Allah yang menghidupkanku setelah mematikanku dan kepada-Nya aku kembali.” Kebiasaan ini membentuk Ali menjadi anak yang tidak hanya pandai, tetapi juga dekat dengan Allah.

7. Langkah Praktis Mensyukuri Nikmat untuk Akhirat

Bagaimana kita bisa mensyukuri nikmat dengan fokus pada akhirat? Berikut langkah-langkah praktis:

a. Prioritaskan Iman
Jadikan iman sebagai tujuan utama, bukan dunia. Dalam Surah Al-Baqarah (2) ayat 201, kita diajarkan berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.” Hasan memilih shalat subuh daripada meeting pagi, karena iman lebih berharga.

b. Didik Anak untuk Akhirat
Ajarkan anak shalat, Al-Qur’an, dan akhlak mulia sejak dini. Pastikan sekolah mereka mendukung iman, seperti Abbas yang mendekatkan Ibn Abbas dengan Rasulullah.

c. Gunakan Nikmat untuk Ibadah
Gunakan harta untuk sedekah, waktu untuk zikir, dan ilmu untuk kebaikan. Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Harta tidak akan berkurang karena sedekah.”

d. Berdoa untuk Keabadian
Doakan keluarga agar menjadi wasilah ke surga, seperti doa Ibn Abbas yang tersambung untuk keluarganya. Dalam Surah Al-Furqan (25) ayat 74, kita diajarkan: “Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami pasangan dan keturunan yang menyejukkan hati.

e. Hindari Perlombaan Duniawi
Berhenti membandingkan diri dengan orang lain di media sosial. Fokus pada amal yang “viral” di sisi Allah, seperti shalat malam dan hafalan Al-Qur’an.

8. Dampak Syukur untuk Akhirat

Hasan merasakan ketenangan sejati setelah mengubah fokusnya ke akhirat. Ia tidak lagi mengejar gelar atau ketenaran duniawi, tetapi kebahagiaan melihat Ali menghafal Al-Qur’an. Rumahnya kini penuh kedamaian, karena shalat berjamaah dan zikir menjadi rutinitas. Dalam Surah Ar-Ra’d (13) ayat 28, Allah berfirman: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenang dengan mengingat Allah.” Syukur sejati membawa Hasan pada kehidupan yang penuh berkah, baik di dunia maupun akhirat.

Kisah Ibn Abbas menginspirasinya. Meski Abbas adalah pedagang sibuk, ia memastikan anaknya menjadi ulama besar. Doa-doa Ibn Abbas tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga keluarganya, membuktikan bahwa syukur sejati menghasilkan keberkahan abadi. Hasan kini yakin bahwa investasi terbaik adalah anak saleh yang mendoakannya setelah ia tiada.

Penutup: Syukur untuk Keabadian

Syukur sejati adalah menjadikan nikmat dunia sebagai sarana menuju akhirat. Kisah Ibn Abbas mengajarkan bahwa fokus pada iman dan amal saleh membawa keberkahan abadi. Al-Qur’an menegaskan dalam Surah Ibrahim (14) ayat 7: “Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” Mulailah hari ini: ajarkan anakmu Al-Qur’an, gunakan hartamu untuk sedekah, dan prioritaskan shalat. Semoga kita menjadi hamba yang bersyukur, hidup penuh berkah, dan bertemu di surga-Nya. Aamiin.

Posting Komentar